Bincang Energi Muda (BEM) edisi ke-26 berkolaborasi dengan Danamart Academy dan berhadiahkan NFT untuk 10 orang pemenang mengenai energi dengan berbagai challenges dengan membuat highlight materi BEM #26 dan post di Instastory. BEM #26 mengambil tema Sustainable Finance dengan narasumber berasal dari Bahrul Qamar yang merupakan CEO dari Danamart Academy dan dimoderatori oleh Rika Marantika dari Bincang Energi. Obrolan santai yang dilakukan via live Instagram ini dibuka dengan penjelasan dari Pak Bahrul mengenai Danamart adalah layanan urun dana dan penyedia platform penyedia dana bagi UMKM dan juga start up berupa obligasi dan equity. Danamart juga mempunyai visi mengakselerasi kesejahteraan yang berkelanjutan dan misi ingin mengintegrasikan nilai sosial, lingkungan, dan keuangan. Nilai yang ingin dibangun oleh Danamart adalah integrity, hardworking, dan juga gratitude. Danamart Academy adalah sebuah perusahaan platform edukasi bagi start up dan juga UMKM agar bisnis yang dilakukan bisa scale up, manajemennya bisa baik, dan bisa mengembangkan usahanya dengan cara mendapatkan pendanaan dari investor dengan tetap memperhatikan kualitas start up dan juga UMKM yang bergerak di bidang ESG. 

Opening (Ms. Rika)

Untuk memperkuat transisi energi berkeadilan dalam rangka menuju carbon neutral yang disebabkan oleh climate crisis dan juga global energy crisis hal ini membutuhkan stability finance dan juga innovative funding

As a climate crisis depends, the finance sector will play a hero.

-Rebecca Bacon (Harvard University). 

 

Terminologi Sustainable Finance

Sustainable finance dimulai secara formal dan diperkenalkan dari Paris Agreement (agenda untuk mengimplementasikan dan mengkonsepkan sustainable finance kepada dunia)  yang merupakan pendekatan dari sektor jasa keuangan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim. Tools finance adalah salah satu poin penting dalam pertumbuhan industri berkelanjutan lebih cepat. Sustainable finance ini bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial lingkungan agar selaras.

Klasifikasi Sustainable Finance

Sustainable Finance dibagi berdasarkan inisiatif, pertama dari suatu negara, bisa bentuk anggaran berupa APBN/APBT, bilateral (proyek, bantuan, technical assistance, investasi), multilateral (G20), dan swasta. Apabila berdasarkan produk dibagi menjadi dua yaitu Commercial Finance yang banyak produknya seperti obligasi (green bonds, blue bonds, sustainability bonds, social bonds), sekuritisasi (saham ESG, saham hijau), derivatif, dan loan (green loan, blue loan, sustainability loan, social loan). Social Finance yang dilakukan oleh foundations (lembaga kemanusian, wakaf) berupa instrumen filantrophy berupa charity, bantuan, donasi, wakaf. CROP Funding digunakan oleh Danamart yang menerapkan sistem ESG. 

ESG (Environmental, Social, and Good Governance)

Prinsip yang berkembang satu dasawarsa belakang yang ingin mengimplementasikan semua gaya hidup/lini (termasuk finance, bisnis) untuk mengedepankan nilai keberlanjutan lingkungan dan sosial dengan tata kelola yang baik. Danamart hadir sebagai pendukung misi ESG untuk mengedepankan sustainability di lingkungan. 

Seberapa penting Sustainable Finance?

Pada saat presidency G20 yang berfokus pada wabah covid dan pengaruhnya terhadap lingkungan seperti kerusakan lingkungan yang memperparah wabah. Kesepakatan para Menteri Keuangan dan gubernur Bank Sentral di seluruh dunia, dimana komitmen dibentuk untuk mengatasi climate change dan dunia harus berubah dan peduli terhadap lingkungan. Tools keuangan yang diluncurkan oleh IMF (International Monetary Fund) dana akan dicairkan sebanyak 60 Miliar USD dimana Indonesia sebagai 16 besar negara G20 mengambil peran sebanyak 3,91 Miliar untuk menunjang Sustainable Finance dengan salah satu faktor pemenuhan di carbon neutral.

Regulasi Sustainable Finance

Perkembangan sustainable finance didukung oleh regulasi yang dibentuk dari OJK jauh sebelum pertemuan G20, yang bertujuan untuk mengawasi dan meregulasi pelaku jasa keuangan di Indonesia, pada tahun 2017 nomor 51 mengenai penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan jasa publik. Prinsip yang dianut adalah 

  1. Prinsip investasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan (seperti perusahaan tambang yang harus bertanggung jawab terhadap eksploitasi yang dilakukan agar kembali hijau), 
  2. Prinsip strategi dan praktik bisnis yang berkelanjutan, 
  3. Prinsip pengurangan risiko sosial dan lingkungan hidup, 
  4. Prinsip tata kelola (good governance), 
  5. Prinsip komunikasi yang informatif, 
  6. Prinsip inklusif (masyarakat harus mendapat akses terhadap sustainable finance)
  7. Prinsip pengembangan sektor unggulan prioritas terhadap sektor ESG, 
  8. Prinsip koordinasi dan kolaborasi 

Pada tahun 2015, OJK sudah membuat roadmap jangka pendek (2015 – 2019), jangka menengah (2020 – 2025) yang berfokus pada peningkatan supply pendanaan yang berfokus pada kerangka dasar, persiapan SDM, regulasi, peningkatan literasi, dan proyek ramah lingkungan dimana permintaan harus ditingkatkan di Indonesia apabila sudah ada investor. Adapun pilot project yang diterapkan dari OJK di jangka pendek untuk 8 bank besar di Indonesia untuk menerapkan sustainable finance di perusahaannya masing-masing. Lalu pengawasan dan koordinasi pada jasa keuangan dari OJK. Pada periode jangka panjang masuk pada tahun 2023 yang berfokus pada integrasi manajemen risiko, membuat tata kelola perusahaan, peningkatan nilai kesehatan Bank, dan pembangunan sistem informasi. OJK sudah membuat taksonomi hijau yang menjadi guidance bagi perusahaan yang membagi atau mengklasifikasikan berdasarkan warna hijau (mempunyai dampak lingkungan), kuning (membahayakan namun bisa diperbaiki), dan merah (membahayakan dan tidak support sustainable finance). 

Penerapan Sustainable Finance pada UMKM/Start-up

Pilot project ada 8 bank dan ditambah menjadi 13 di Indonesia yang merupakan salah satu lembaga jasa keuangan yang difasilitasi OJK untuk start-up dan juga UMKM. Danamart menyediakan tools baru untuk menunjang UMKM dan Start-up yaitu Security Scorp Funding yang menggabungkan social capital dengan konsep ESG. UMKM mendapatkan dana dari yang ada di sekitarnya. Seperti perkumpulan tetangga, sehingga mendukung Lingkungan dan juga Social Finance. Tata kelola juga diawasi oleh OJK, dan ada lembaga supporting lainnya seperti pada pasar modal. 

Warna merah pada taksonomi hijau, apakah sulit menerapkan SCF?

Pemerintah saat ini berusaha mengurangi perusahaan ini dengan membatasi pendanaan yang ada di perusahaan, dimana hijau yang ada pada taksonomi hijau diberi dukungan lebih seperti pada pembebasan pajak dan hal lainnya, sedangkan merah tidak. Namun, hal ini tidak membatasi perusahaan untuk berhenti karena masih membantu perekonomian negara.

Peluang dan Peran Sustainable Finance 

Di Indonesia, diklasifikasikan menjadi 3, yaitu peluang yang bisa didapatkan pemerintah, didapatkan sektor swasta, dan didapatkan oleh masyarakat umum. Credit carbon yang ada di Indonesia tinggi bisa mencapai 70-80 % dimana hal ini menjadi tools/instrumen yang bisa menjadi pendanaan dari dunia. Dari sektor swasta, regulasi yang diterapkan OJK dimana hal ini bisa dimanfaatkan seperti redesign company terkait sumber daya manusia dan dimulai dari institusi pendidikan yang berfokus pada sustainable baik energi dan juga finance. Masyarakat memiliki peningkatan minat terhadap green finance terhadap CSR berupa tabungan dan investasi. Hal ini bisa dilihat dari kesadaran masyarakat untuk menerapkan green finance dengan cara peningkatan literasi dan juga peningkatan inklusi.

Tantangan Sustainable Finance di Indonesia

Tantangan ini dibagi menjadi 3 sektor kembali yaitu Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat. Pada pemerintah dibutuhkan adanya harmonisasi di antara seluruh menteri yang mempunyai kepentingan di dalam keberlanjutan yang menciptakan kemapanan ekosistem. Dimana Indonesia saat ini belum menyentuh kemapanan ekosistem. Pada beberapa perusahaan saat ini belum mementingkan ESG, sehingga ekosistem ini diperlukan terutama dari segi environmental. Selain itu, perlu ada kajian baru terkait regulasi turunan dari pemerintah yang lebih terkait ke hal yang lebih teknis dalam penerapan ESG. Dari segi swasta, perusahaan bingung terkait standar untuk turunan belum ada (regulasi teknis), namun saat ini taksonomi hijau sudah dikeluarkan sehingga ada standar baru dan mengurangi kebingungan pihak swasta, lalu di proyek yang keberlanjutan masih terbatas namun untuk arah kesana sudah ada. Swasta menunggu insentif dari pemerintah untuk perusahaan yang menerapkan ESG sebagai bentuk dukungan dari pemerintah. Masyarakat minat sudah ada namun kesadaran masih belum, hal ini diharapkan dapat ditingkatkan dengan minat literasi yang bisa tumbuh dengan komunitas seperti ini. Hal ini dapat dilihat dari UMKM tanpa mengecilkan UMKM terkait manajemen limbah dimana UMKM masih belum peduli terhadap ESG, seperti bencana yang ada di Indonesia yang tanpa disadari dimulai atau dipicu dari hal kecil seperti membuang limbah makanan ke selokan. Maka oleh karena itu, masih dibutuhkan kesadaran masyarakat akan penerapan ESG khususnya di bidang start-up dan juga UMKM.

Final statement : 

Semoga komunitas seperti ini dapat berlanjut dan juga bisa terus ada kolaborasi dalam meningkatkan literasi khususnya di bidang energi yang ada di Indonesia.

EPISODE LAINNYA

Tagged:
FOLLOW AND SUBSCRIBE
Episodes

BEM #26 | Sustainable Finance: New Opportunities and Challenges to Drive The World’s Transition to Carbon-Neutral

oleh Bincang Energi time to read: 5 min
0